Ketika kedua mata hanya bisa melihat
Tertegun akan sebuah ironi cerita bangsa
Yang lama-kelamaan berambisi menjadi sebuah bangsa yang modern..
Apakah memang takdirnya kita menjadi bangsa yang seperti ini ?
Bangsa yang hanya bisa mengikuti tanpa diiringi sebuah inovasi dan aksi ?
Tidak jelas jadi diri kita seperti apa…
Banyak adat, budaya, flora dan fauna terbengkalai..
Direnggut oleh pihak yang mementingkan harta..
Namun….bukankah harta itu hanya kenikmatan sesaat ?
Ah…yang jelas…
Hanya kerendahan hatilah yang bisa menjawab semua ini.(Faj)
Category Archives: opini mahasiswa
Remember the Line
Keindahan yang menopang bumi. Langit
Keindahan yang menyurga. Cinta
Pencipta Keindahan tidak mungkin mempercayakan bumi kepada manusia tanpa alasan
Dasar hati manusia adalah tulus menerima. Itulah Cinta
Demikian dengan keindahan yang diusung-Nya dan ditumpahkan oleh-Nya di bumi, cinta
Menjernihkan mata dari kekaburan tentang makna kebahagiaan
Lihat, berapa banyak orang yang membanting stir menuju jalan yang bertolak belakang dengan keindahan yang disarankan oleh-Nya
Dengar, berapa banyak teriakan orang yang meminta untuk diselamatkan dari belenggu yang membatasi dirinya sendiri untuk bergerak
Dunia ini tidak terbatas, tapi bukan tanpa batas. Lihatlah ke langit, itu batasannya. Lampaui standar yang ‘diri’ miliki, Tapi jangan Lampaui langit. Ingat batasan, oke?
Allah menggenggam apa yang diminta hamba-Nya
Hanya kita harus memilih,
Untuk menunggu tanpa tahu kapan akan diberi
Atau menjemput takdirmu sendiri
Kerisauanmu bukan tak dimengerti oleh-Nya
Tengok hati, Dia menaruh sesuatu disana—tentu saja Cinta itu tadi
Jangan jadikan itu alasan untuk sakit berlarut-larut
Jangan jadikan itu sebab kemunduranmu
Kembalikan pada dasar manusia, yang “tulus dan menerima”
“Tulus” mengusung kebaikan dalam tiap titian amal. “Menerima” Pemberian dari Tuhan tanpa syarat. Yang ini namanya syukur. (NN)
Lantunan Padi
Prasangka Buruk ??? Why ??? (Bimbingan Sosial)
Pikiran & Hati kotor, hanya membuat orang terbelenggu. Berpositiflah, agar dunia ikut berpositif kepadamu ~ – Anonim –
~ Pahamilah diri sendiri, nilailah kita sebelum diri kita menilai orang lain ~ – Anonim –
Setiap manusia pasti memilki persepsi yang unik dalam menyikapi suatu hal. Ada kalanya pemikiran kita dihantui dengan prasangka baik maupun prasangka buruk. Orang berprasangka buruk karena mempunyai tafsiran yang lemah, hal ini disebabkan bukan karena apa yang pertama kali dia lihat, tapi apa yang pernah dia lihat obyek-obyek sebelum-sebelumnya (pengalaman) sesuai dengan apa yang kita pikirkan pertama kali. Padahal mungkin itu hanya sebuah kebenaran saja atau bisa saja merupakan suatu hal yang tidak disengaja terjadi, sehingga kecenderungan untuk berprasangka baik menjadi lebih condong ke berprasanga buruk.
Prasangka buruk atau dalam bahasa arab disebut sukhudzon merupakan suatu sikap mendasar manusia, termasuk kita sendiri yang pernah mempersepsikan suatu hal yang melihat dari segi kelemahan atau negatifnya diri seseorang tersebut tanpa melihatnya lebih nyata akan obyek tersebut. Parahnya, efek dari prasangka buruk itu akan membuat si penafsir mencari kesalahan-kesalahan orang tersebut.
Mencari kesalahan orang lain bisa saja dipakai si penafsir , untuk memperkuat argumennya tentang prasangka buruknya terhadap si obyek yang dia prasangkai. Mungkin lebih parahnya lagi, nantinya bisa berlanjut ke jenjang permusuhan yang akan membuat tali silaturahmi mukmin menjadi putus.
Hardiknas Alarm Guru
Tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS). Hardiknas diperingati sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa dari Ki Hajar Dewantara dan para pahlawan pendidikan di Indonesia. Perjuangan mereka begitu keras agar warga negara Indonesia bisa mengenyam pendidikan secara merata. Sejauh ini pendidikan di Indonesia lebih baik dibandingkan pada masa-masa sebelum kemerdekaan. Namun, apresiasi terhadap Hardiknas sekarang ini masih kurang apalagi masih banyak peserta didik dan pendidik yang belum bisa memaknai Hardiknas secara benar. Melalui peringatan Hardiknas diharapkan tidak hanya sebagai kegiatan seremonial belaka, akan tetapi juga dapat menjadi wahana untuk menginstropeksi dan memikirkan kembali semua aspek yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan ke depan, serta memompa semangat.
Terkait dengan pendidikan tak lepas dari sosok sentral biasa disebut “guru.” Guru tanpa tanda jasa itulah kata-kata yang sering kita dengar sebagai salah satu bentuk penghargaan terhadap jasa seorang guru. Begitu mulia profesi ini, memberikan sumbangsih kepada negara dengan mendidik anak bangsa menjadi anak yang cerdas tanpa mendapatkan penghargaan yang semestinya. Memang, guru merupakan profesi yang terhormat dengan tugas utama mendidik, membimbing, mengajar, mengarahkan, mengevaluasi, menilai peserta didik baik pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar dan pendidikan menengah demi tercapainya tujuan pendidikan nasional Indonesia. Siapa yang tak kenal dengan Soekarno, Hatta, Suwardi Surya Ningrat? Mereka adalah tokoh yang begitu hebat di Indonesia, tapi mereka takkan menjadi sosok-sosok yang begitu mengagumkan tanpa adanya campur tangan dari guru. Dapat disimpulkan betapa pentingnya peran guru dalam pendidikan untuk mencetak generasi emas penerus bangsa.
Hal mencengangkan ternyata datang dari sosok sentral pendidikan, masih banyak yang perlu dikembangkan dan diperbaiki dari seorang guru terutama dalam proses pembelajaran. Masih banyak dijumpai metode pembelajaran dengan cara konvensional seperti mengajar dengan papan tulis, memberi catatan dengan mendikte, memberikan tugas yang tidak manusiawi, dll. Selain itu, dijumpai pula fakta bahwa pendidikan di Indonesia tak luput dari kekerasan fisik yang sangatlah merugikan bangsa dan negara.
Ketidakpercayaan terhadap guru juga terkadang mewarnai kegiatan proses pembelajaran antara siswa dengan guru, salah satunya disebabkan ketika seorang guru tidak dapat menjelaskan dengan baik karena penguasaan tentang materi yang diajarkannya terbatas. Terkadang guru juga lupa menanamkan nilai-nilai moral dalam kehidupan, padahal untuk mencapai kesuksesan juga harus diimbangi dengan moral yang tinggi. Untuk meningkatkan kompetensi dari guru, pemerintah sudah berupaya memberikan tunjangan gaji agar guru bisa menimba ilmu sebanyak mungkin. Tidak menutup kemungkinan sekarang ini terdapat sosok-sosok pahlawan pendidikan Indonesia yang berjuang ikhlas, mengorbankan (waktu, tenaga, dan materi), totalitas, dan mendedikasikan hidupnya untuk mencerdaskan anak bangsa dan sayangnya belum diapresiasi oleh pemerintah. Tolak ukur kepuasan seorang guru bukan diukur dari seberapa banyak uang yang bisa ia peroleh, melainkan dari seberapa banyak ia dapat berguna bagi para siswanya.
Perlu diketahui pula dalam pendidikan seorang pendidik harus punya pedoman agar segala tindakannya tidak melenceng. Berikut ini adalah pedoman bagi seorang pendidik di Indonesia sebagai berikut.
- Berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
- Memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
- Berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
- Menciptakan suasana sekolah yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
- Memelihara hubungan dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
- Mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
- Memelihara hubungan seprofesinya, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
- Memelihara dan meningkatkan mutu pendidik sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
- Melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan (Etika Guru Profesional terhadap Anak Didik).
Pendidikan Indonesia membutuhkan perubahan besar dari orang-orang yang mengelolanya. Seorang guru juga dituntut untuk mengembangkan diri dan kreativitasnya dalam membawakan sebuah ilmu yang ia geluti sehingga ilmu itu bukan hanya menjadi sekadar teori namun dapat menjadi nyata terlihat manfaatnya. Sudah sepantasnya juga melalui kesempatan menjadi seorang guru, nilai moral yang tinggi menjadi hal utama yang ditanamkan kuat dalam setiap lubuk hati para penerus bangsa, sehingga setiap penerus bangsa memiliki karakter kuat untuk membuat sebuah paradigma baru dalam segala bidang khususnya pendidikan.
Dapat disimpulkan bahwa kita perlu memaknai Hardiknas bukan hanya sebagai kegiatan seremonial belaka, tetapi juga sebagai ajang untuk instropeksi dan memperbaiki pendidikan di Indonesia lebih baik lagi ke depannya. Untuk itu diperlukan sosok pendidik yang berkompeten, punya dedikasi tinggi, rela berkorban (waktu, tenaga, dan materi) dan bertanggung jawab untuk mencerdaskan bangsa.
Salam perubahan untuk pendidikan Indonesia.
Akademisi Memaknai Mendidik
Tanggal 2 Mei merupakan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara. Beliau merupakan pahlawan yang menjadi tonggak konsepsi pendidikan untuk semua kalangan, sehingga tanggal 2 Mei juga diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional. Memori mengenai Ki Hajar Dewantara juga tak melupakan semboyang beliau Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.
Semboyan di atas merupakan penjabaran tugas seseorang dalam mendidik. Penjabaran tersebut adalah bahwa dalam mendidik harus memberi teladan, menciptakan ide, dan memberi dorongan atau semangat. Hal tersebut merupakan konsep mendidik yang tidak hanya berorientasi pada hasil akan tetapi juga pada proses.
Akan tetapi, yang terjadi pada sistem pendidikan nasional kini berbeda. Ujian Nasional menjadi satu-satunya syarat kelulusan merupakan wajah bahwa sistem pendidikan Indonesia yang hanya mengorientasikan hasil. Dengan demikian, merupakan hal wajar jika pengertian mendidik dipersempit menjadi hanya mengajar. Hal tersebut dikarenakan guru hanya merasa memiliki tanggung jawab untuk memberi meteri tetapi untuk pengembangan afektif dan psikomotorik terabaikan. Hal itulah yang menyebabkan pembelajaran moral pun hanya menjadi sekedar formalitas dan tawuran pelajar pun menjadi hal yang lumrah.
Memaknai hari Pendidikan Nasional, maka hal tersebut di atas merupakan tanggung jawab yang harus diselesaikan bersama – sama. Salah satu pihak yang mendapat amanah ini adalah para akademisi. Mereka merupakan pelaku yang berada di lingkungan perguruan tinggi. Kita mengetahui bahwa ekspetasi masyarakat terhadap perguruan tinggi sangatlah besar. Perguruan tinggi merupakan hal yang “wah” bagi masyarakat, sehingga konsepsi mengenai kuliah pun merupakan hal yang dianggap eksklusif. Dengan demikian, untuk menjawab ekspektasi masyarakat tersebut maka masalah yang timbul ini harus juga ada solusi terutama oleh akademisi yang berkecimpung murni di dunia pendidikan.
Perombakan yang besar terhadap sistem pendidikan memang sangatlah dibutuhkan. Akan tetapi, merobohkan kebijakan secara sepihak pun bukan merupakan hal yang bijak. Memaknai hari pendidikan dengan semangat memperbaiki mutu pendidikan dengan kurikulum yang sesuai bukan saja untuk kognitif saja tetapi juga afektif dan psikomotorik . Soft skill merupakan hal yang tidak boleh dilupakan untuk dilatih sejak dini. Hal tersebut karean setiap anak memiliki baka dan potensi yang bermacam – macam yang harus dikembangkan. Dengan demikian, prosesa pembelajaran pada hakekatnya adalah untuk mengembangkan aktivitas dan kreatifitas, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Strategi pembelajaran sangatlah dibutuhkan, sehingga sesuai dengan kemampuan setiap siswa, mendidik bukan hanya mengajar karena ada pesan moral yang siap dalam tiap proses belajar.
Menurut Arini Rachmi Putrisyani bagaimana kita harus menyikapi Pendidikan Nasional?
Secara luas, bahwa pendidikan nasional bukan hanya dirayakan dan dilakukan dengan sebuah upacara, tapi dijadikan sebagai bangkitnya peradaban intelektual bangsa. Dimana kita menuntut ilmu dari mana, kapanpun, siapapun dan apapun.. karena ilmu tidak didapat dari bangku atau sekedar baca buku tapi bisa juga dari sekedar mengobrol pengetahuan ditemani secangkir teh hangat banyak membuka wawasan (dalam arti luas).
Tentunya, perlu juga kita memperdalam dengan menanamkan rasa ingin tahu. Belajar untuk memahami dan menganalisis sesuatu dalam bentuk kritis. Contohnya seperti :
- Tidak sekedar melihat lingkungan saja, tetapi juga ada kemauan untuk mengamati lingkungan. Membandingkan lingkungan satu dengan lingkungan yang lain sehingga tercipta budaya kritisasi.
- Belajar berpikir out of the book yaitu berpikir di luar main stream pikir pada umumnya secara meluas.
- Mengembangkan pengetahuan. Pengetahuan tidak hanya mengajarkan bagaimana kita menyikapinya, namun bila diimbangi dengan mencoba untuk berkreatif apa-apa yang belum kita ketahui, membuat jalan pikir kita juga meluas.
- Tidak membatasi imajinasi. Cobalah untuk sering membaca sebuah bacaan yang tanpa ada gambar, lalu minimalisir dalam menonton tv. Karena dengan membaca, pikiran cenderung membuat kita berimajinasi bagaimana kejadian itu bisa terjadi secara bebas.
Hari pendidikan perlu dimaknai juga sebagai awal perubahan. Oleh karena itu, semangat sangatlah diperlukan terhadap pemikiran terhadap kemajuan karena perlu pendidikan yang tepat pada generasi kita. Pendidikan bukan proses untuk materi tetapi pendidikan adalah kehidupan ini sendiri.
(Dedinov 2013)
Ketika Saya dan Mereka Berkata BK
Bimbingan dan Konseling, banyak persepsi yang muncul ketika kata tesebut diucapkan. Tidak sedikit orang berpandangan negatif terhadap profesi BK. Sebagian menganggap bahwa guru bimbingan konseling adalah guru “multifungsi” yang dapat dimanfaatkan ketika ada kekosongan jam atau menggantikan guru mata pelajaran yang berhalangan tugas. Lebih dari itu tidak sedikit pula yang menganggap bahwa guru BK adalah polisi sekolah, yang selalu berkaitan dengan penanganan secara fisik siswa bermasalah. Padahal menurut hakekatnya layanan bimbingan dan konseling adalah layanan psikologis. Layanan diberikan kepada seluruh siswa baik yang bermasalah ataupun tidak. Namun, ada yang hal harus diperhatikan bahwa guru BK bukan seperti polisi yang menangkap pencuri, guru Bk bukanlah seperti hakim yang menjatuhkan vonis, namun guru BK adalah seperti peran ibu yang penuh kasih sayang, dan peran bapak dengan kebijaksanaan. Pada dasarnya peran guru BK bukan untuk menghukum siswa yang berkelakuan yang tidak baik. Tapi, guru BK yang harus menyelidiki apa yang menyebabkan perilaku itu muncul. Ada dua hal yang harus dibedakan pada siswa. Yaitu gejala dan masalah. Gejala adalah perilaku yang timbul akibat masalah siswa yang bersangkutan.Disinilah peran guru BK untuk mengetahui masalah, bukan sekedar gejala. Dicontohkan dengan pertanyaan”apa masalah si A?” jawaban yang sering muncul contohnya dia sering bolos, padahal jawaban tesebut merupakan gejala yang ditimbulkan dari kemungkinan masalah yang siswa hadapi.Pada umumnya orang mengartikan bimbingan dan konseling sebagai satu pengertian dalam satu rangkaian kata. Namun , sebenarnya bimbingan dan konseling adalah dua pengertian yang berbeda.
Menurut Prayitno dan Erman Anti(2004;99) bimbingan dalah proses pemberian bantuan yang diberikan oleh orang yang ahlikepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak,remaja, maupun dewasa; agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemapuan dirinya sendiri dan mandiri; dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapt dikembangkan;berdasarkan norma yang berlaku. Sedangkan pengertian konseling menurut Prayitno dan Erman Anti(2004;105) konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli(disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah(disebut kllien) yang bermuara pada teratasinya maslaah yang dihadapi klien.Dari pengertian diatas dapat ditafsirkan bagaimana peran BK sebenarnya. Secara sederhana guru BK membantu seluruh warga sekolah dalam menyelesaikan maslahnya. Namun, ketika seseorang berkata kenapa guru BK seperti polisi sekolah , guru BK seperti salon berjalan yang mencari siswa yang gondrong dan sebagainya. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut masih terjadi.Salah satu yang menjadi faktor terjadinya hal tersebut adalah posisi guru BK tidak diisi oleh guru yang memang lulusan program studi bimbingan dan konseling.Selain itu masing banyaknya mahasiswa yang lulus hanya dengan lebel kompetensi formal saja tapi tidak memiliki kompetensi esensial profesi konselor. Namun seiring dengan itu terus dilukakan perombakan paradigama yang jelek terhadap terhadap guru BK dan perbaikan kualitas menuju profesionalitas guru BK. Hal itu dirasa sangat penting , melihat sangat vitalnya peran guru BK dalam membantu menyelesaikan maslah siswa dan warga sekolah. Serta peran dalam pembentukan karakter siswa.
(Harris Fadhillah-Mahasiswa BK FIP UNY)
PERGESERAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DAN BUDAYA SEBAGAI AKAR PROBLEMATIKA BANGSA INDONESIA
Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai upaya memanusiakan manusia. Menurut prof.Notonagoro pengertian pendidikan dibedakan menjadi pengertian teoritis dan filosofis. Secara teoritis pendidikan diartikan tuntunan dalam arti luas kepada manusia dalam keadaan tumbuh agar siap bagi dan untuk hidup wajar sebagai manusia. Singkatnya dengan pendidikan diharapkan manusia menjadi manusia seutuhnya dengan nilai-nilai pendidikan dan moral yang ada. Pendidikan sering mengalami pengkerdilan makna. Hanya sebatas transfer of knowladge. Proses pendidikan yang terjadi terkadang belum sampai ke wilayah transfer of value. Hal ini menyebabkan nilai-nilai pendidikan yang harus ada seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, kerja keras, adil dan sebagainya seringkali mengalami dekandensi dan dikesampingkan. Perlu kita pahami bahwa pendidikan bukan hanya pengajaran. Tidak berhenti pada masalah kognitif saja. Namun lebih dari itu, yaitu kompetensi afektif yang bersentuhan langsung dengan perliku nyata individu.
Menurut UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3 disebutkan bahwa, Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Apabila dicermati, tujuan yang ada didalam UU sisdiknas terlihat kontradiktif dengan fakta lapangan. Bangsa indonesia memiliki banyak pemasalahan yang sangat kompleks. Baik dibidang pendidikan, kesehatan sosial, politik, ekonomi dan hukum. Indonesia yang sudah merdeka 67 tahun belum bisa menjadi bangsa yang mandiri dan makmur. Indonesia baru merdeka dalam tataran fisik. Namun dalam masalah teknologi, pemikiran, dan ilmu pengetahuan masih dalam penjajahan. Indonesia memiliki segala sumber daya alam dan sangat melimpah. Apabila indonesia diboikot oleh dunia, tidak akan khawatir dan tidak akan terjadi gejolak dalam distribusi sumber daya, karena Indonesai mempunyai sumber daya alam yang lengkap. Tapi dengan catatan indonesia memiliki sumber daya manusia berkualitas yang mampu mengolah segala potensi alam. Namun bukan saatnya lagi untuk berbicara dengan fokus sumber daya alam yang melimpah. Namun sumber daya manusia lah yang memiliki peran penting. Apabila ditinjau dari sumber daya manusia, jumlah rakyat indonesia tidak kurang dari 250 juta jiwa. Ditinjau dari segi kualitas secara kemampuan ilmu pengetahuan maka indonesia tak jarang menjuarai berbagai kompetisi internasional. Dalam olimpiade sains internasional pemuda indonesia masih bisa berbicara banyak membawa nama baik indonesia. Contoh paling nyata dari tingginya kualitas intelektual orang indonesia adalah BJ.Habibi yang tenar namanya di dunia internasional dan redup di Indonesia. Banyak sekali orang indonesia mempunyai kecerdasan diatas rata-rata. Banyak juga yang sudah berprestasi di dunia internasional. Namun rentetan kehebatan bangsa indonesia sangat kontradiktif dengan kondisi nyata rakyat indonesia yang kini menghadapai berbagai macam polemik. Pertambangan emas di papua yang dikuasi PT.Freeport, chevron yang sudah mengeruk minyak bumi indonesia dan lain sebagainya. Keuntungan freeport yang mencapai 144 miliar per hari hanya menyisakan 1% saja untuk indonesia. Seandainya keuntungan itu milik Indonesaia maka permasalahan kemiskinan yang tak kunjung selesai akan terentaskan. Rakyat disekitar freeport masih banyak yang terbelenggu oleh kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Padahal kekayaan bumi mereka yang menghidupi negara besar di barat sana. Dimana para juara olimpiade internasional. Dimana para ahli pertambangan, perminyakan, teknologi dan ahli lainnya. Kecerdasan dan keberhasilan orang indonesia di kompetisi ilmu pengetahuan ternyata belum memiliki kontribusi jelas. Bidang keahlian nampaknya belum sampai pada tataran aplikasi ilmu dalam pengabdian pada bangsa dan negara. Dengan melihat permasalah yang ada, keadaan tidak ideal yang diperolah tidak lepas dari konsep pendidikan dan budaya. Pendidikan yang hanya berfokus pada penguasaan akademik menjadi hal yang populer. Paremeter sukses pada sebagian orang adalah sukses dalam hal akademik yang dibuktikan dengan nilai hasil ujian. Dengan asumsi tersebut maka muncullah suatu metode untuk mengoptimalkan aspek konitif saja. Siswa sekolah hanya diajarkan tentang pelajaran matematika, bahasa, ipa dan sebagainya. Banyak sekolah dasar yang telah menggunakan guru mata pelajaran pada kelas 1,2 atau 3. Hal itu mengindikasikan bahwa fase sekolah dasar yang seharusnya fase penanaman nilai-nilai yang ada di pendidikan sudah mengalami pergeseran dengan hanya memikirkan kemapuan akademik. Hal seperti ini tidaklah baik karena akan melahirkan orang yang cerdas dengan kemampuan akademik tinggi namun tidak memiliki karakter moral baik. Krisis yang paling berbahaya bukanlah krisis harta atau sumber daya, namun yang paling berbahaya adalah krisis mental pejuang. Hal lain yang mempengaruhi tidak suksesnya pendidikan di indonesaia adalah permasalahan budaya. Banyak budaya asing yang diterpkan di Indonesia namun tidak sesaui dengan keadaan masyarakat. Budaya asing masuk tanpa batas ke Indonesia dalam era globalisasi. Secara sederhana kita memerlukan pendidikan sebagai filter agar tidak terjadi pergeseran budaya. Budaya dan pendidikan memang memiliki kaitan. Budaya akan terbentuk sesuai dengan taraf dan nilai pendidikan masyarakat yang ada didalamnya. Untuk membentuk budaya yang sesuai dengan nilai dan norma kemanusiaan maka harus mengembalikan pendidikan pada jalur yang benar, yaitu pendidikan yang menjunjung tinggi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan.Dengan berbagai permasalahan yang ada, perlu adanya perbaikan dalam dunia pendidikan. Pendidikan tidak hanya berorientasi pada akademik saja.Namun lebih pada sisi afektif yang nantinya akan menghasilkan individu bertakwa, mandiri, cendikia. Untuk itu harus adanya internalisasi karakter sejak dini. Namun yang menjadi pertanyaan adalah karakter seperti apa yang akan membuat indonesia memilki masyarakat yang bermoral. Satu hal yang paling mempengaruhi dan mewarnai segala macam motif dalm kehidupan ini adalah agama. Agama memiliki peran yang sangat vital dalam mewarnai segala bentuk tingkah laku manusia. Semua keputusan dunia secara ideal harus disesuaikan denagn ketentuan agama. Untuk itu karakter yang tepat untuk menjadi model adalah karakter yang bermuara pada agama. Karakter berbasis agama.
Harris Fadhillah-Mahasiswa BK 2011 FIP UNY